INILAH.COM, Jakarta - Keputusan Research In Motion (RIM) membuat pabrik BlackBerry (BB) di Malaysia membuat panik pemerintah RI. Masyarakat dan pemerintah pun geram.
Alih-alih bertindak tegas dan berang atas langkah RIM tersebut, pemerintah malah hanya tutup mulut tanpa ada tindakan berarti. Terbukti dari langkah pemerintah yang tak terpolakan dan bisa dikatakan panik.
Pasar BB di RI pada awal 2011 mencapai tiga juta unit (baik resmi atau black market (BM)). Meski tren penjualan BB menurun dibanding Android, namun diyakini penjualan BB di Indonesia akan mencapai empat juta unit di akhir 2011.
Kini, bayangkan, perkembangan pasar BB di Malaysia hanya 400 ribu unit per tahun. Menurut pengamat telematika Abimanyu Wachjoewidajat, perbandingan pasar yang sedemikian besar disertai keputusan membuat pabrik BB di Malaysia sungguh tak menghormati RI.
Di sisi lain, penjualan BlackBerry Black Market (BM)yang hanya merugikan distributor dan pemerintah Indonesia ini secara bisnis justru meningkatkan pangsa pasar BB dan otomatis membuat port folio RIM meningkat. BB BM sendiri tetap merupakan BB asli yang penjualan awal dari RIM ke wholesaler manapun telah menguntungkan produsennya secara finansial.
Pada bisnis ICT, RIM sangat diuntungkan oleh pasar RI karena penjualan BB disini mengalahkan iPhone Apple. Di sisi lain, kontribusi RIM bagi masyarakat Indonesia kurang berarti. “Pembuatan pabrik BB di Malaysia akan menguntungkan ekonomi Malaysia di semua ekonomi sektor riil sekitar pabrik hingga penyerapan tenaga kerja dan ahli,” ujarnya pada INILAH.COM.
Sedangkan bagi Indonesia, adakah keuntungan finansial untuk pemerintah? Jawabnya, nihil. Pada pengembangan platform, RIM malah diuntungkan karena turut memiliki hasil riset dan aplikasi yang dihasilkan pengembang RI juga menguntungkan pembuat BB itu di pasar karena akan menambah jajaran aplikasi yang bisa digunakan pengguna BB dunia.
Haruskah universitas di Indonesia mengembangkan BB? Menurut pria yang akrab disapa Abah, hal tersebut tidak diperlukan karena semuanya hanya terletak pada level aplikasi dan sedikit masuk pada sistem operasi. Artinya, pengembangan tidak perlu piranti khusus, cukup SDK (Software Development Kit) atau manual dan referensi yang banyak tersedia di internet. Atau cukup mengunduh kemudian bereksperimen dan mulai membuat aplikasi.
Hal ini umum dilakukan para pengembang pihak ketiga. Akankah universitas di RI diberikan semua kunci atau rahasia khusus mengembangkan platform BB? “Tidak, karena selayaknya mengamankan suatu bisnis ICT, semua kunci utama ada di principal atau RIM,” ujarnya. Lalu dimana letak perlakukan khusus bagi Indonesia?
Berdasar pemberitaan, tampak langkah Kemenkominfo yang meminta RIM membangun data center di Indonesia baru sebatas ‘menanyakan’ perkembangan. “Tak aneh sejauh ini Kemkominfo tampak lemah dalam menghadapi perusahaan maupun negara asing,” katanya.
Mengingat komitmen RIM membangun data center di akhir 2011 atau awal 2012, “Harusnya persiapan mulai dari infrastruktur, bangunan, aplikasi, tenaga kerja sudah dilakukan minimal 6-9 bulan sebelumnya dan sampai saat ini hal itu tak terdengar,” paparnya.
Jika RIM baru mulai membangun data center di 2012, efektifitas relokasi data center RIM untuk pasar RI baru bisa terjadi pada pertengahan 2012 atau akhir 2012, bahkan awal 2013. Di saat itu, pasar BB mungkin sudah tak sebaik saat ini dan sudah diganti piranti lain.
“Jadi, relokasi data center sudah tak begitu efektif bahkan akan merugikan RIM”. Mengapa Kemenkominfo terkesan takut RIM? “Anggap Kemenkominfo tak takut, kemungkinan besar ‘galaunya’ Kemenkominfo karena ada unsur politik yang secara halus akan menghalangi kiprah Kemenkominfo,” ungkapnya. Jika menghadapi perusahaan asing saja Kemenkominfo kurang ‘bergigi,’ apalagi menghadapi ganjalan politisi dalam negeri, lanjutnya.
Lalu mengapa pemerintah masih terkesan panik dan maju mundur menindak? “Jawabnya mudah, semua aturan harus diterapkan sama rata, jika pemerintah membuat aturan bagi RIM, maka aturan sama kelak perlu dibebankan kepada produk lainnya”.
Di Indonesia, sudah banyak yang tahu tiap produk atau barang kelas prima yang masuk masing-masing memiliki ‘penjaga’ agar produknya bisa mulus masuk dan terjaga pendistribusiannya.
“Mungkin saja pasokan RIM dijaga ‘orang kuat’ atau penerapan pada RIM akan berimbas pada produk lain sehingga menjadi bumerang bagi pejabat terkait,” ujarnya. Disisi lain, dengan tidak melakukan tindakan, rapor pemerintah akan makin merah dan membuktikan pemerintah tak bisa membuat solusi tepat atas masalah ini.
Apa langkah yang perlu dilakukan pemerintah terkait keputusan RIM tidak membuat pabrik di Indonesia? “Cara termudah, kementrian terkait tak berjalan sendiri-sendiri dan peran Menko Ekonomi menjadi kunci utama. Namun, apapun keputusannya, sebaiknya tak hanya menunjukan ketidaksukaan atau rasa berang di kertas melainkan jelas menunjukan bahwa masyarakat RI merupakan pengguna BB terbesar. Jadi konsep pelanggan adalah raja tetap berlaku, Indonesia raja dan RIM pelayan,” tutupnya. [mdr]
hahahaha....itu kan sengaja memunculkan regulasi yang gak jelas biar masukannya juga gak jelas ya..?
BalasHapus